Globalisasi
mampu meyakinkan masyarakat Indonesia bahwa liberalisme dapat membawa kemajuan
dan kemakmuran. Sehingga tidak menutup kemungkinan berubah arah dari ideologi
Pancasila ke ideologi liberalisme. Jika hal tesebut terjadi akibatnya rasa
cinta terhadap tanah air akan hilang. Hal ini mengharuskan tiap warga Negara
Indonesia harus tetap sadar akan ideologi bangsa dan tetap berpegang teguh pada
pancasila sebagai dasar Negara. Pengaruh negatif dari modernisasi dan
globalisasi dalam aspek politik secara lebih rinci akan dibahas dalam poin-poin
berikut:
1. Timbulnya
fanatisme rasial, etnis, dan agama dalam forum & organisasi.
Globalisasi
dan modernisasi mengubah pemikiran sebuah Negara untuk berpikir secara global.
Berbagai paham yang terbawa oleh arus globalisasi menjadikan mayarakat dari
berbagai Negara harus beradaptasi dengan budaya dunia. Individu yang tidak
mampu beradaptasi dengan globalisasi akan memiliki pandangan yang bertolak belakang
dengan globalisasi yang jika tidak mampu diatasi dengan bijaksana maka akan
menuju pada fanatisme rasial, etnis, dan agama. Dalam KBBI, fanatisme adalah
“keyakinan (kepercayaan) yang kuat terhadap ajaran (politik, agama, dsb” dan
rasial adalah “(1) berdasarkan (bersifat) ciri-ciri fisik ras, bangsa, suku
bangsa, dsb (spt warna kulit, rambut, dsb); (2) berdasarkan prasangka thd ras”.
Fanatisme
rasial itu sendiri adalah rasa cinta yang berlebihan terhadap rasnya. Hal ini
merupakan hal yang bagus untuk mempertahankan keberagaman ras yang ada di
Indonesia. Namun, jika tidak bisa dikontrol secara bijaksana malah akan menjadi
masalah yang menghancurkan persatuan dan kesatuan bangsa.
2. Timbulnya
unjuk rasa yang semakin berani dan terkadang mengabaikan kepentingan umum.
Gelombang
modernisasi dan globalisasi membawa paham politik yang lebih dapat diterima
oleh masyarakat dunia, sebuah paham yang disebut sebagai demokrasi. Tiap orang
bebas bersuara, bebas mengeluarkan pendapat, sebuah paham yang sangat baik untuk
diterapkan. Namun, hal ini juga akan berdampak sangat buruk bagi sebuah Negara,
terutama jika banyak individu yang merasa bahwa dirinya kritis dan berani
mengkritik kebijakan pemerintah yang dirasanya tidak benar. Unjuk rasa adalah
hal yang positif dalam demokrasi, namun akan beda ceritanya jika unjuk rasa ini
berkembang menjadi tidak terkontrol dan diselenggarakan pada tempat serta
dengan cara yang tidak tepat. Contoh nyata adalah ketika unjuk rasa berlangsung
di jalan, sudah pasti kapasitas jalan akan berkurang dan bahkan ditutup.
Otomatis hal ini mengganggu kepentingan umum dan menciptakan masalah kemacetan.
Ini bukan hal yang baik dan benar untuk dilakukan karena tindakan ini malah
merugikan masyarakat.
3. Adanya ancaman
disintegrasi bangsa dan negara yang akan menggoyahkan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI).
Arti dari
disintegrasi dalam KBBI adalah “keadaan tidak bersatu padu; keadaan terpecah
belah; hilangnya keutuhan atau persatuan; perpecahan”. Disintegrasi bangsa
berarti keadaan bangsa yang terpecah belah dan tidak bersatu. Salah satu
penjelasan pendukung dari poin ini adalah hal yang telah saya jelaskan pada
poin pertama. Selain penjelasan pada poin pertama, pengaruh Negara luar juga
bisa menjadi salah satu penyebab disintegrasi bangsa, terutama pada Negara yang
memiliki banyak kekayaan alam.
4. Negara tidak
lagi dianggap sebagai pemegang kunci dalam proses pembangunan.
Proses
pembangunan dalam sebuah Negara pada era globalisasi ini sudah mengarah pada
masing-masing daerah yang ada di Negara tersebut. Di Indonesia, kita mengenal
sistem yang disebut dengan otonomi daerah yang mana setiap proses pembangunan
diatur oleh pemangku kebijakan pada daerah tersebut masing-masing. Di satu
sisi, otonomi daerah ini memang sebuah sistem yang sangat cerdik dalam
melaksanakan pembangunan secara merata pada seluruh daerah dalam sebuah Negara.
Namun di sisi lain, Negara menjadi tidak lagi dianggap menjadi kunci dalam
proses pembangunan. Kunci dari proses pembangunan berada pada masing-masing
daerah. Satu hal yang harus diperhatikan adalah arahan kebijakan pembangunan
yang tidak terkontrol juga bisa menjadi boomerang yang menghancurkan proses
pembangunan suatu Negara secara utuh.
5. Lunturnya
nilai-nilai politik berdasarkan semangat kekeluargaan, musyawarah mufakat, dan
gotong royong.
Globalisasi
menghadirkan arena persaingan bebas bagi semua masyarakat dunia. Pengaruhnya
bagi tiap individu adalah mereka akan berlomba lomba meningkatkan kemampuan
diri sendiri, berjuang untuk diri sendiri agar diakui dan diterima sesuai dengan
keinginan individu itu sendiri. Hal ini adalah hal yang baik jika kita
melihatnya secara positif. Namun, persaingan yang terjadi secara individu ini
malah bisa menghilangkan budaya asli bangsa Indonesia yang sistem politiknya
“seharusnya” berdasarkan semangat kekeluargaan, musyawarah mufakat, dan
gotong-royong.
6. Semakin
meningkatnya nilai-nilai politik individu, kelompok, oposisi, diktator
mayoritas atau tirani minoritas.
Penjelasan
pada poin ini tidak jauh berbeda dengan poin sebelumnya. Arena persaingan bebas
yang tercipta secara global menjadikan tiap individu yang hidup pada era ini
lebih mementingkan keuntungan diri sendiri yang menyebabkan rasa kepedulian dan
kekeluargaan menjadi berkurang. Pada akhirnya, yang kaya akan bertambah kaya
dan yang miskin akan semakin melarat.
7. Adanya
konspirasi internasional, yaitu pertentangan kekuasaan dan percaturan politik
Internasional selalu mengarah kepada persekongkolan.
Bukan hanya
individu yang berjuang untuk kepentingan sendiri. Ada beberapa Negara juga cenderung
melakukan hal yang sama yang pada akhirnya kerjasama antar Negara hanya
dilaksanakan hanya demi kepentinga Negara itu sendiri dan Negara yang
bersekongkol dengan Negara tersebut. Jaminan keamanan dan keberlangsungan serta
superioritas Negara dalam kancah internasional menjadi dasar dari tindakan
persekongkolan ini.
.