Thursday, August 20, 2015

Pengaruh Negatif Modernisasi dan Globalisasi Dalam Aspek Politik

     Globalisasi mampu meyakinkan masyarakat Indonesia bahwa liberalisme dapat membawa kemajuan dan kemakmuran. Sehingga tidak menutup kemungkinan berubah arah dari ideologi Pancasila ke ideologi liberalisme. Jika hal tesebut terjadi akibatnya rasa cinta terhadap tanah air akan hilang. Hal ini mengharuskan tiap warga Negara Indonesia harus tetap sadar akan ideologi bangsa dan tetap berpegang teguh pada pancasila sebagai dasar Negara. Pengaruh negatif dari modernisasi dan globalisasi dalam aspek politik secara lebih rinci akan dibahas dalam poin-poin berikut:

1. Timbulnya fanatisme rasial, etnis, dan agama dalam forum & organisasi.
Globalisasi dan modernisasi mengubah pemikiran sebuah Negara untuk berpikir secara global. Berbagai paham yang terbawa oleh arus globalisasi menjadikan mayarakat dari berbagai Negara harus beradaptasi dengan budaya dunia. Individu yang tidak mampu beradaptasi dengan globalisasi akan memiliki pandangan yang bertolak belakang dengan globalisasi yang jika tidak mampu diatasi dengan bijaksana maka akan menuju pada fanatisme rasial, etnis, dan agama. Dalam KBBI, fanatisme adalah “keyakinan (kepercayaan) yang kuat terhadap ajaran (politik, agama, dsb” dan rasial adalah “(1) berdasarkan (bersifat) ciri-ciri fisik ras, bangsa, suku bangsa, dsb (spt warna kulit, rambut, dsb); (2) berdasarkan prasangka thd ras”.
Fanatisme rasial itu sendiri adalah rasa cinta yang berlebihan terhadap rasnya. Hal ini merupakan hal yang bagus untuk mempertahankan keberagaman ras yang ada di Indonesia. Namun, jika tidak bisa dikontrol secara bijaksana malah akan menjadi masalah yang menghancurkan persatuan dan kesatuan bangsa.

2. Timbulnya unjuk rasa yang semakin berani dan terkadang mengabaikan kepentingan umum.
Gelombang modernisasi dan globalisasi membawa paham politik yang lebih dapat diterima oleh masyarakat dunia, sebuah paham yang disebut sebagai demokrasi. Tiap orang bebas bersuara, bebas mengeluarkan pendapat, sebuah paham yang sangat baik untuk diterapkan. Namun, hal ini juga akan berdampak sangat buruk bagi sebuah Negara, terutama jika banyak individu yang merasa bahwa dirinya kritis dan berani mengkritik kebijakan pemerintah yang dirasanya tidak benar. Unjuk rasa adalah hal yang positif dalam demokrasi, namun akan beda ceritanya jika unjuk rasa ini berkembang menjadi tidak terkontrol dan diselenggarakan pada tempat serta dengan cara yang tidak tepat. Contoh nyata adalah ketika unjuk rasa berlangsung di jalan, sudah pasti kapasitas jalan akan berkurang dan bahkan ditutup. Otomatis hal ini mengganggu kepentingan umum dan menciptakan masalah kemacetan. Ini bukan hal yang baik dan benar untuk dilakukan karena tindakan ini malah merugikan masyarakat.

3. Adanya ancaman disintegrasi bangsa dan negara yang akan menggoyahkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Arti dari disintegrasi dalam KBBI adalah “keadaan tidak bersatu padu; keadaan terpecah belah; hilangnya keutuhan atau persatuan; perpecahan”. Disintegrasi bangsa berarti keadaan bangsa yang terpecah belah dan tidak bersatu. Salah satu penjelasan pendukung dari poin ini adalah hal yang telah saya jelaskan pada poin pertama. Selain penjelasan pada poin pertama, pengaruh Negara luar juga bisa menjadi salah satu penyebab disintegrasi bangsa, terutama pada Negara yang memiliki banyak kekayaan alam.

4. Negara tidak lagi dianggap sebagai pemegang kunci dalam proses pembangunan.
Proses pembangunan dalam sebuah Negara pada era globalisasi ini sudah mengarah pada masing-masing daerah yang ada di Negara tersebut. Di Indonesia, kita mengenal sistem yang disebut dengan otonomi daerah yang mana setiap proses pembangunan diatur oleh pemangku kebijakan pada daerah tersebut masing-masing. Di satu sisi, otonomi daerah ini memang sebuah sistem yang sangat cerdik dalam melaksanakan pembangunan secara merata pada seluruh daerah dalam sebuah Negara. Namun di sisi lain, Negara menjadi tidak lagi dianggap menjadi kunci dalam proses pembangunan. Kunci dari proses pembangunan berada pada masing-masing daerah. Satu hal yang harus diperhatikan adalah arahan kebijakan pembangunan yang tidak terkontrol juga bisa menjadi boomerang yang menghancurkan proses pembangunan suatu Negara secara utuh.
 
picture's by: gulenmovement
5. Lunturnya nilai-nilai politik berdasarkan semangat kekeluargaan, musyawarah mufakat, dan gotong royong.
Globalisasi menghadirkan arena persaingan bebas bagi semua masyarakat dunia. Pengaruhnya bagi tiap individu adalah mereka akan berlomba lomba meningkatkan kemampuan diri sendiri, berjuang untuk diri sendiri agar diakui dan diterima sesuai dengan keinginan individu itu sendiri. Hal ini adalah hal yang baik jika kita melihatnya secara positif. Namun, persaingan yang terjadi secara individu ini malah bisa menghilangkan budaya asli bangsa Indonesia yang sistem politiknya “seharusnya” berdasarkan semangat kekeluargaan, musyawarah mufakat, dan gotong-royong.

6. Semakin meningkatnya nilai-nilai politik individu, kelompok, oposisi, diktator mayoritas atau tirani minoritas.
Penjelasan pada poin ini tidak jauh berbeda dengan poin sebelumnya. Arena persaingan bebas yang tercipta secara global menjadikan tiap individu yang hidup pada era ini lebih mementingkan keuntungan diri sendiri yang menyebabkan rasa kepedulian dan kekeluargaan menjadi berkurang. Pada akhirnya, yang kaya akan bertambah kaya dan yang miskin akan semakin melarat.

7. Adanya konspirasi internasional, yaitu pertentangan kekuasaan dan percaturan politik Internasional selalu mengarah kepada persekongkolan.
Bukan hanya individu yang berjuang untuk kepentingan sendiri. Ada beberapa Negara juga cenderung melakukan hal yang sama yang pada akhirnya kerjasama antar Negara hanya dilaksanakan hanya demi kepentinga Negara itu sendiri dan Negara yang bersekongkol dengan Negara tersebut. Jaminan keamanan dan keberlangsungan serta superioritas Negara dalam kancah internasional menjadi dasar dari tindakan persekongkolan ini.


.

No comments:

Post a Comment