Thursday, July 9, 2015

Ciri Kehidupan Kota


      Pada postingan sebelumnya telah dibahas tentang peranan kota dengan Jakarta sebagai contoh kota yang memiliki lebih dari satu peranan dalam Negara. Postingan kali ini akan membahas ciri kehidupan kota dengan penjelasan secara detail. Adapun beberapa ciri kehidupan kota yang meliputi kegiatan adalah:

1. Adanya perbedaan tingkat sosial ekonomi misalnya perbedaan tingkat penghasilan, tingkat pendidikan, dan jenis pekerjaan.
    Tingkat sosial ekonomi individu yang satu dengan individu yang lain sudah jelas akan berbeda jika jenis pekerjaannya berbeda. Contoh nyata adalah gaji seorang PNS (Pegawai Negeri Sipil) dan kuli bangunan sudah pasti berbeda.
    Pandangan umum terkait dengan hubungan antara tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan adalah orang dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan memiliki jenis pekerjaan yang lebih baik daripada orang dengan tingkat pendidikan yang rendah. Penjelasan singkatnya, seorang lulusan SMP atau SD tidak mungkin menjadi kepala dinas sebuah kantor pemerintahan atau dosen pada sebuah Universitas. Namun, kondisi seperti ini tidak akan berpengaruh pada industri kreatif seperti pada bidang seni ataupun dunia perdagangan. Singkatnya, seorang pemain musik atau artis tidak harus seorang lulusan perguruan tinggi karena tingkat kreatifitan dan kemampuan pada bidangnya yang menentukan keberhasilannya. Tingkat keberhasilan inilah yang kemudian menjadi penentu tingkat sosial ekonominya.
     Salah satu catatan penting yang harus diingat adalah tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Selama kita mencoba, maka akan ada jalan yang terbuka bagi kita.

2. Adanya profesi yang beragam, yang tentunya berdasarkan keahlian masing-masing diantaranya seperti buruh pabrik, pegawai negeri sipil, karyawan swasta, penulis, motivator, dan lain-lain.
     Ciri kedua ini adalah hal yang menunjukkan perbedaan yang sangat jelas antara desa dan kota. Di desa, jenis pekerjaan yang ada tidak akan variatif seperti yang ditawarkan di kota. Hal ini juga menjadi daya tarik bagi masyarakat yang tinggal di desa untuk pindah ke kota. Kita biasa mengenalnya dengan istilah “merantau”. Keragaman profesi yang tersedia di kota secara otomatis akan menyediakan banyak kesempatan kerja bagi orang-orang yang memiliki mimpi untuk bisa sukses.

3. Adanya jarak sosial dan kurangnya toleransi sosial diantara warganya.
    Jarak sosial yang dimaksud pada poin ini adalah kesenjangan taraf hidup yang terjadi pada masyarakat perkotaan. Budaya gotong royong yang dimiliki bangsa Indonesia akan lebih mudah ditemui di desa daripada di kota. Bukan berarti tidak ada budaya gotong royong di kota, hanya saja jarang ditemui. Banyak orang yang berkata “kehidupan di kota sangat keras”. Maksudnya adalah kota menjadi tempat dimana orang cenderung bersaing antara yang satu dengan yang lain dalam segala bidang kehidupan sehingga masyarakat kota akan lebih mementingkan dirinya sendiri tanpa harus peduli dengan orang lain disekitarnya. Kebanyakan masyarakat yang tinggal di kota akan lebih mementingkan untung-rugi daripada harus berguna bagi orang lain dalam melakukan suatu hal.
    Hal inilah yang menjadikan tiap individu yang ada di tinggal di kota kurang memiliki toleransi sosial antar sesama dan cenderung egois, mementingkan diri sendiri.

4. Adanya keragaman suku yang mendiami sebuah kota, semuanya berkumpul untuk mencapai tujuan yang beragam, seperti bekerja, sekolah, mencari penghidupan baru, dan beragam tujuan lainnya.
   Indonesia adalah Negara yang memiliki beragam suku seperti Bugis, Batak, Dani, Dayak, dan lain sebagainya. Kota memiliki daya tarik bagi beragam suku di Indonesia itu sendiri. Kota besar di Indonesia seperti Jakarta atau Surabaya memiliki penduduk yang lebih banyak dan lebih beragam dibandingkan di desa. Tiap orang dari berbagai suku yang datang di kota ini dengan tujuan yang berbeda-beda juga. Ada yang datang ke kota dengan tujuan dan alasan yang beragam. Ada yang datang ke kota dengan tujuan untuk sekolah, dengan alasan bahwa kualitas pendidikan yang ditawarkan di kota lebih baik daripada yang ada di desa. Ada juga yang datang dengan tujuan bekerja, dengan alasan bahwa lapangan pekerjaan yang ada di kota lebih banyak daripada di desa. Berbagai macam orang datang dan mendiami sebuah kota memiliki tujuan dan alasan yang juga berbeda-beda. Hal ini menyebabkan masyarakat kota terdiri dari berbagai macam suku yang lebih beragam daripada masyarakat desa.

5. Adanya penilaian yang berbeda-beda terhadap suatu masalah dengan pertimbangan perbedaan kepentingan, situasi, dan kondisi kehidupan.
      Masyarakat kota adalah masyarakat dengan pemikiran yang lebih logis. Pertimbangan dalam mengambil sebuah keputusan didasarkan pada penting atau tidak, untung atau rugi. Situasi dan kondisi kehidupan merupakan pertimbangan utama dalam menilai suatu masalah. Masalah yang tidak berpengaruh pada kehidupannya tidak akan ditanggapi dengan serius.
Pada poin sebelumnya telah dijelaskan bahwa masyarakat kota memiliki tujuan dan alasan yang beragam. Hal ini menjadikan keputusan tiap individu dalam menilai sebuah masalah akan dilihat berdasarkan kepentingannya masing-masing. Ini adalah salah satu tindakan yang mencerminkan segoisme kehidupan masyarakat kota.

6. Adanya persaingan yang tinggi, diakibatkan dari pola urbanisasi penduduk dari desa ke kota untuk meningkatkan taraf hidup sehingga persaingan di kota semakin tinggi serta untuk memenangkan persaingan tersebut menggunakan segala macam cara.
     Pada poin ke-3 sudah saya jelaskan bahwa banyak orang yang berkata bahwa “kehidupan di kota itu sangat keras”. Poin ke-6 ini menjelaskan lebih detail tentang poin ke-3. Upaya tiap individu untuk meningkatkan taraf hidupnya masing-masing membuat mereka harus bersaing dengan individu yang lainnya agar mendapatkan jaminan keberhasilan atas apa yang dilakukannya.

7. Warga kota umumnya sangat menghargai waktu.
     Pemikiran yang logis dari warga kota menjadikan mereka sebagai individu yang tidak akan membuang waktu mereka untuk melakukan hal yang tidak penting. Mereka menjadi orang yang disiplin dalam bertindak. Tiap tindakan yang diambil akan menjadi upaya terkait dengan peningkatan taraf hidupnya. Itulah yang menyebabkan warga kota pada umumnya sangat menghargai waktu. Ada ungkapan lama yang mengatakan “time is money” (waktu adalah uang). Ini mungkin ungkapan yang cocok menggambarkan kehidupan warga kota yang bertindak berdasarkan tindakan yang logis.

8. Cara berpikir dan bertindak warga kota tampak lebih rasional dan berprinsip ekonomi.
     Pada poin-poin yang sebelumnya telah dijelaskan bahwa warga kota memiliki pemikiran yang logis. Rasionalitas yang didasarkan pada peningkatan taraf hidup ini menjadikan warga kota menggunakan prinsip ekonomi dalam berpikir dan bertindak. Uang memang bukanlah segalanya, namun kehidupan kota yang keras akan menuntut warganya untuk berpikir tentang pemenuhan kebutuhannya yang didasarkan pada kepentingan. Individu yang logis di kota memilki pandangan bahwa manusia tidak bisa memenuhi kebutuhannya jika tidak memiliki uang. Ini adalah pemikiran yang wajar mengingat segala pergerakan di kota memiliki tariff. Salah satu contohnya adalah untuk buang hajat saja ada tarifnya, ada tarif yang dikenakan pada wc atau toilet umum.

9. Masyarakat kota lebih mudah menyesuaikan diri terhadap perubahan sosial disebabkan adanya keterbukaan terhadap pengaruh luar.
    Keberagaman suku yang ada dalam masyarakat kota menyebabkan budaya kota menjadi heterogen. Dengan keberagaman suku ini menyebabkan kehidupan kota lebih fleksibel. Artinya bahwa kehidupan masyarakat kota tidak terikat pada satu budaya saja sehingga masyarakat kota dapat menerima pengaruh luar. Hanya pemikiran logis yang digunakan untuk menyaring pengaruh luar ini hingga kemudian dapat diputuskan yang mana yang bisa diikuti dan yang mana yang tidak layak untuk diikuti.

10. Pada umumnya masyarakat kota lebih bersifat individu sedangkan sifat solidaritas dan gotong-royong sudah mulai tidak terasa lagi.
     Penjelasan untuk poin ke-10 ini sudah cukup terjelaskan pada poin ke-3. Budaya gotong royong yang kental terasa di desa akan sangat jarang ditemukan di kota. Persaingan dalam meningkatkan taraf hidup menyebabkan kehidupan masyarakat lebih bersifat individu dan cenderung tidak peduli dengan individu yang lain.




No comments:

Post a Comment