Monday, August 17, 2015

Pengaruh Negatif Modernisasi dan Globalisasi Dalam Aspek Sosial-Budaya

        Mayarakat kita khususnya anak muda banyak yang lupa akan identitas diri sebagai bangsa Indonesia, karena gaya hidupnya cenderung meniru budaya barat yang oleh masyarakat dunia dianggap sebagai kiblat. Mengakibatkan adanya kesenjangan sosial yang tajam antara yang kaya dan miskin, karena adanya persaingan bebas dalam globalisasi ekonomi. Hal tersebut dapat menimbulkan pertentangan antara yang kaya dan miskin yang dapat mengganggu kehidupan nasional bangsa. Munculnya sikap individualisme yang menimbulkan ketidakpedulian antarperilaku sesama warga. Dengan adanya individualisme maka orang tidak akan peduli dengan kehidupan bangsa.
picture's by: Balleck S
Perkembangan globalisasi kebudayaan ini secara intensif terjadi pada awal ke-20 dengan berkembangnya teknologi komunikasi. Kontak melalui media menggantikan kontak fisik sebagai sarana utama komunikasi antarbangsa. Perubahan tersebut menjadikan komunikasi antarbangsa lebih mudah dilakukan, hal ini menyebabkan semakin cepatnya perkembangan globalisasi kebudayaan.Secara detail, pengaruh negatif dari globalisasi dan modernisasi dalam aspek sosial budaya dijelaskan dalam poin-poin berikut:

1. Kejutan budaya (culture shock)
Bangsa barat dikenal sebagai bangsa yang dominan di dunia karena lebih maju daripada bangsa-bangsa lainnya. Meskipun saya tidak sepenuhnya setuju, namun seperti itulah anggapan masyarakat dunia secara umum. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada postingan [pengertian globalisasi] bahwa globalisasi merubah cara hidup dengan wawasan nasional menuju pada cara hidup dengan wawasan global. Budaya masyarakat yang tradisional dan mengedepankan etika perlahan mulai pudar digantikan oleh budaya barat yang dominan dan lebih mengedepankan gaya hidup.
Culture shock atau dalam bahasa Indonesia “kejutan budaya” adalah sebuah proses dimana seseorang akan merasa terkejut dengan budaya yang berbeda dengan budaya yang dikenalnya sejak lahir, biasanya dialami oleh orang-orang yang sulit beradaptasi dengan hal-hal baru. Istilah culture shock menjadi lebih sering terdengar setelah terjadinya proses globalisasi dan modernisasi. Sebelumnya, culture shock ini adalah masalah yang dialami oleh orang-orang yang melakukan perjalanan keluar negeri karena harus menyesuaikan diri dengan budaya yang baru di Negara yang baru didatanginya. Namun, globalisasi dan modernisasi ini membuat budaya-budaya barat yang dominan di dunia menyebar dengan pesat ke Negara-negara lainnya termasuk Indonesia. Hal ini membuat kita sebagai masyarakat Indonesia malah harus menyesuaikan diri untuk lebih terbuka dengan budaya-budaya barat yang masuk di Indonesia.

2. Kesenjangan budaya (culture lag)
Dalam buku “Kamus IPS” karangan Eko Sujatmiko (2014), kesenjangan budaya adalah perbedaan taraf kemajuan diantara berbagai bagian dalam kebudayaan dari suatu masyarakat, sehingga dapat menyebabkan terjadinya ketinggalan budaya antara masyarakat satu dengan lainnya. Salah satu penyebab utama kesenjangan budaya ini adalah kejutan budaya yang telah saya jelaskan pada poin pertama. Individu yang mampu menyesuaikan diri dengan budaya luar secara otomatis akan mampu hidup dengan budaya yang lebih maju dibandingkan dengan individu yang memiliki kemampuan minim untuk beradaptasi dengan budaya luar yang dibawa oleh proses globalisasi dan modernisasi. Dengan demikian, sudah pasti akan tercipta jarak antara individu yang mampu beradaptasi dan individu yang tidak mampu beradaptasi dengan budaya luar.

3. Kehilangan jati diri bangsa
Indonesia adalah Negara merdeka dengan jati dirinya sebagai sebuah bangsa dengan dasar pancasila. Ini adalah kebanggaan yang seharusnya dijaga dan dipertahankan. Namun, pengaruh budaya barat di Indonesia yang “tidak tanggung-tanggung” di era globalisasi ini menyebabkan pola hidup masyarakat modern lebih menyesuaikan diri dan berubah mengikuti budaya barat daripada mempertahankan budaya bangsanya sendiri. Kebudayaan barat yang lebih mengedepankan gaya hidup (lifestyle) ternyata lebih berpengaruh bagi generasi muda daripada kebudayaan asli Indonesia. Akhirnya, budaya-budaya tradisional kita akan tergeser oleh budaya Negara lain dan yang lebih parah lagi akan menyebabkan lenyapnya identitas kultural nasional dan lokal.
Salah satu contoh yang barangkali bisa diperhatikan adalah bahasa yang digunakan. Berbagai macam istilah dalam bahasa Indonesia pada saat ini mungkin akan lebih sulit dijelaskan oleh generasi muda Indonesia daripada istilah-istilah dalam bahasa inggris yang merupakan bahasa internasional. Hal ini bisa saja dipandang sebagai kemajuan oleh sebagian orang. Namun, akan konyol jadinya jika melihat kenyataan yang ada saat ini. Sebagian besar generasi muda Indonesia yang sering menggunakan istilah-istilah sukar dalam bahasa inggris ini tidak mampu menjawab jika ditanya pengertian ataupun maksud dari istilah yang digunakannya. Bahkan ada sebagian lagi yang dengan percaya diri menjelaskan pengertian dari istilah yang digunakannya secara detail namun salah. Sudah jelas bahwa orang-orang seperti ini adalah orang-orang yang pada akhirnya akan terombang-ambing di tengah derasnya arus globalisasi dan modernisasi.

4. Pragmatis dan serba Instan
Pengertian pragmatis dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah bersifat praktis dan berguna bagi umum; bersifat mengutamakan segi kepraktisan dan kegunaan (kemanfaatan); mengenai atau bersangkutan dengan nilai-nilai praktis. Pada dasarnya, pragmatis adalah tindakan yang menggunakan pendekatan praktis. Singkatnya, menyederhanakan suatu masalah dengan orientasi pada tujuan dan keuntungan. Permasalahan yang seharusnya diselesaikan melalui proses yang bertahap malah diselesaikan dengan cara singkat mengambil jalan pintas. Pada akhirnya, hasil yang diperoleh tidak akan bertahan dalam waktu lama.
Kajian lebih dalam mengenai pragmatis ini menunjukkan bahwa sikap pragmatis selalu mementingkan untung rugi bagi individu itu sendiri. Hal ini tentu saja bertolak belakang dengan nilai-nilai sosial dimana individu yang satu harus saling membantu dengan individu yang lain tanpa mementingkan keuntungan ataupun kerugian. Apalagi Indonesia, negara dengan budaya gotong royong yang dipertahankan turun-temurun sejak dulu.

5. Individualis
Poin sebelumnya yang membahas tentang pragmatis sudah sedikit menjelaskan poin ini. Masyarakat yang hidup di tengah globalisasi dan modernisasi ini cenderung mempertimbangkan keuntungan dan kerugian bagi dirinya sendiri. Setiap tindakan yang dilakukan oleh tiap individu selalu berdasarkan kepentingannya sendiri. Bahkan, jika hal itu terlihat dilakukan bagi kepentingan banyak orang, tetap saja ada hal lain yang menjadi dasar tindakannya, tentunya dipertimbangkan keuntungan bagi dirinya sendiri juga.
Tiap orang bertindak tanpa mementingkan orang lain. Selama tindakan yang dilakukan berguna bagi dirinya sendiri maka tidak penting apa pengaruhnya bagi orang lain. Masalah orang lain adalah masalah orang lain, masalah kita adalah masalah kita sendiri. Orang lain harus mampu menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa bantuan kita. Kurang lebih seperti itulah maksud dari poin ini.

6. Materialistis
Pada postingan sebelumnya, saya pernah menulis tentang [ciri kehidupan kota]. Masyarakat perkotaan adalah wujud nyata pengaruh globalisasi dan modernisasi. Salah satu ciri kehidupan masyarakat di perkotaan yaitu cara berpikir dan bertindak warga kota lebih rasional dan berprinsip ekonomi. Globalisasi menuntun masyarakat untuk hidup dalam persaingan bebas tanpa batasan, secara otomatis maka hukum rimba yang akhirnya digunakan. “Yang kuat yang bertahan”. Kekuatan yang dimaksud dalam kehidupan perkotaan adalah uang yang membuat tiap individu mampu bertahan dalam kehidupan perkotaan. Ini adalah landasan utama masyarakat kota akan cenderung materialistis karena kemampuan bertahan di kota akan berbading lurus degan kondisi keuangan individu itu sendiri.


            Sebenarnya masih banyak pengaruh negatif globalisasi dan modernisasi dalam aspek sosial budaya jika anda mampu mengamatinya dengan teliti. Namun, secara garis besar tidak akan menyimpang dari 6 poin yang telah saya jelaskan di atas.

No comments:

Post a Comment