Wednesday, March 11, 2015

Penataan Kawasan Industri Berbasis Ekologi Lingkungan Part.II - [Landasan Hukum]

   Postingan kali ini merupakan lanjutan dari postingan sebelumnya yaitu Penataan Kawasan Industri Berbasis Ekologi Lingkungan Part.I - [Prolog]. Pada bagian ke-2 ini yang akan dibahas adalah mengenai landasan hukum. Dalam hal ini yang dimaksud dengan landasan hukum adalah hukum berlaku di Indonesia yang dijadikan pijakan untuk melaksanakan penataan suatu kawasan agar sejalan dengan aturan yang berlaku.

   Indonesia adalah Negara hukum, yang berarti bahwa setiap hal yang menyangkut kepentingan orang banyak akan diatur sesuai dengan hukum dan perundang-undangan yang berlaku. Penataan suatu kawasan sudah pasti akan menyangkut kepentingan orang banyak. Oleh karena itu, pengkajian hukum yang berhubungan dengan penataan kawasan tersebut sangat diperlukan agar proses maupun hasil dari penataan tersebut tidak menyalahi hukum yang berlaku di Indonesia. Beberapa literatur hukum yang mendukung penataan kawasan berbasis ekologi lingkungan ini adalah sebagai berikut:

1. Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1996 - Tentang Kawasan Industri.
Keputusan Presiden Nomor 41 ini menyatakan bahwa yang dimaksud dengan kawasan industri ini adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri yang telah memiliki Izin Usaha Industri. Terlebih dalam pasal 2 poin d, menyatakan bahwa pembangunan kawasan industri bertujuan untuk meningkatkan upaya pembangunan industri yang berwawasan lingkungan.

2. UU Nomor 26 Tahun 2007 - Tentang Penataan Ruang.
Dalam UU Nomor 26 tentang Penataan Ruang ini, pada pasal 22 ayat (2) menyatakan bahwa penyusunan tata ruang wilayah provinsi harus memperhatikan; d. daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, dan e. pembangunan jangka panjang daerah.
Sedangkan pada pasal 29 ayat (2) menyatakan bahwa proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota. Dan ayat (3) menyatakan bahwa proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20 (dua puluh) persen dari luas wilayah kota.

3. Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1988 - Tentang Penataan RTH di Wilayah Perkotaan.
Menurut instruksi menteri dalam negeri ini menyatakan bahwa tujuan pembentukan ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan adalah untuk meningkatkan mutu lingkungan perkotaan yang nyaman, segar, indah, bersih dan sebagai sarana pengainan lingkungan perkotaan. Serta untuk menciptakan keserasian lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat.
Lebih jelas lagi dinyatakan bahwa ruang terbuka hijau dikembangkan sesuai dengan kawasan-kawasan peruntukkan ruang kota, termasuk kawasan industri di dalamnya.

4. Keputusan Menteri PU Nomor 640 Tahun 1986 - Tentang Perencanaan Tata Ruang Kota.
Di dalam keputusan menteri ini menerangkan bahwa dalam sebuah analisa data untuk perencanaan tata ruang haruslah mampu menilai kecenderungan masa lalu meliputi penilaian pengembangan masyarakat dan pemanfaatan sumber daya alam, kegiatan usaha, lingkungan, dan modal pada masa lalu sampai masa kini, sehingga dapat memberikan gambaran kemungkinan keadaan wilayah perencanaan pada masa yang akan datang.

5. UU Nomor 23 Tahun 1997 - Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Pada pasal 4 dalam Undang-undang ini yaitu pada poin (f) menyatakan bahwa sasaran pengelolaan lingkungan hidup adalah agar terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana.

No comments:

Post a Comment