Sempat terlintas di pikiran saya tentang parahnya lalu lintas di Kota Surabaya. Kemacetan yang menjadi pemandangan pasti tiap harinya di jalanan Kota Surabaya sudah menjadi ciri khas kota ini. Meskipun tidak separah Ibu Kota, kemacetan di Kota ini sudah tergolong sangat parah. Apalagi pada jam-jam sibuk seperti pada pagi dan sore hari, jalan utama seperti Jalan A. Yani menjadi salah satu lokasi yang selalu mengalami kemacetan parah.
Dalam kondisi macet seperti ini akan terlihat para polantas mulai mengatur aliran lalu lintas dengan tujuan untuk mengurangi kemacetan. Memang sudah tugas polantas untuk mengatur aliran lalu lintas. Namun, pada akhirnya hal ini malah menghadirkan masalah yang baru seperti penilangan yang terkesan dicari-cari, bahasa sederhananya adalah polisi seringkali mencari alasan agar pengendara bisa ditilang. Polisi ada untuk menegakkan hukum yang berlaku di Indonesia, hal ini sudah jelas karena polisi adalah bagian dari pemerintahan yang memiliki tugas tersebut. Kesimpulan singkat yang dapat diambil adalah lalu-lintas yang ada di Indonesia diatur secara hukum.
Dengan melihat keadaan ini kemudian saya mulai berpikir, mengapa pengaturan lalu-lintas harus diserahkan kepada pihak kepolisian sementara secara sistemnya, pihak yang lebih mengerti tentang lalu lintas adalah dinas perhubungan, lebih khususnya dinas perhubungan darat? Ini adalah pertanyaan yang mendasari tulisan saya kali ini.
Polantas adalah bagian dari Polri yang memiliki kewenangan untuk mengatur lalu-lintas, itu adalah tugasnya. Kejadian menyimpang dari Polantas ini juga menjadi masalah yang akhirnya membudaya di Indonesia. Terlepas dari penilaian bahwa tindakan ini adalah tindakan yang salah, ada juga sisi positif bagi pihak Polantas karena kemudian ditakuti oleh masyarakat. Namun, tak sedikit juga pihak yang terkesan "cari gara-gara" dengan Polantas. Hal ini kemudian menjadi pondasi awal pemikiran masyarakat tentang pihak mana yang sebenarnya memiliki kewenangan dalam pengaturan lalu lintas.
Polantas juga tidak bisa langsung disalahkan begitu saja karena mereka bertindak berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sudah banyak kasus tumpang tindih kewenangan yang terjadi di Indonesia, dan menurut saya ini juga termasuk salah satunya.
Dinas perhubungan merupakan pihak yang paling mengerti tentang transportasi baik secara sistemnya maupun hukum. Masalah tumpang tindih kewenangan tidak akan terjadi jika masalah perhubungan secara total dilimpahkan kepada pihak Dinas Perhubungan. Namun, pelanggaran yang dilakukan oleh pengendara merupakan pelanggaran hukum karena transportasi juga diatur menurut undang-undang mengingat Indonesia adalah negara hukum. Secara otomatis pihak yang mengambil tugas ini adalah Polisi sebagai aparat penegak hukum. Masalah ini bisa secara detail bisa kita lihat dengan jelas ketika kita memisahkan pengaturan lalu-lintas dan penegakkan hukum menjadi dua hal yang berbeda meskipun terkait satu sama lainnya.
picture by: [dishub.dumaikota.go.id] |
Ketika kita berbicara tentang penegakan hukum, kenapa harus ada collector pada sebuah perusahaan pemberi angsuran untuk pembelian kendaraan bermotor? Di awal kesepakatan pembeli kendaraan bermotor dengan pihak perusahaan sudah pasti ada proses yang diatur secara hukum. Pertanyaannya adalah kenapa kasus seperti ini tidak dilimpahkan langsung kepada pihak yang berwenang secara hukum? Dalam hal ini adalah Polisi. Bahkan keadaan seperti ini akan mendatangkan keuntungan baik bagi pihak perusahaan maupun pihak kepolisian. Perusahaan tidak harus mempekerjakan banyak orang untuk menjadi collector sehingga pengeluaran bisa diperkecil, dengan catatan ada persentase tertentu sebagai kompensasi bagi pihak kepolisian. Hal ini tentu saja harus diatur secara kelembagaan kepolisian itu sendiri melalui kesepakatan dengan pihak perusahaan, bukan secara individu. Ini hanya sebatas pemikiran saya saja jika berbicara tentang tugas dari kepolisian. Bukankah sistem kerja yang seperti ini bisa lebih efisien? Lagi pula kepastian yang diperoleh pihak perusahaan akan lebih terjamin. Ini sekedar pemikiran sederhana saja.
Sementara untuk masalah pengaturan lalu-lintas ada baiknya jika secara utuh diserahkan kepada Dinas Perhubungan. Selama ini Dinas Perhubungan malah mengambil alih tugas dari Dinas P.U. Bina Marga. Pembangunan pra sarana seperti jalan juga sebagian diambil oleh Dinas Perhubungan. Ini adalah hal yang sangat konyol karena mengingat pembangunan segala macam infrastruktur seharusnya merupakan bagian dari tugas Dinas P.U. Bina Marga.
picture by: [pelitariau.com] |
Satu catatan penting mengenai pembagian tugas dari dinas-dinas pemerintahan adalah terkadang menjadi masalah yang malah membudaya di dalam kehidupan masyarakat Indonesia dan dianggap sebagai hal yang wajar. Namun, tidak ada satupun dari dinas pemerintahan ini yang harus disalahkan karena semuanya melaksanakan tugas yang sudah sesuai dengan pembagian tugas secara sistematis di Indonesia. Kerancuan tugas yang menyebabkan tumpang tindih kewenangan ini hanya akan terselesaikan jika sistem pembagian tugas yang ada di Indonesia dirubah secara total dengan mempertimbangkan segala aspek yang ada, bukan hanya aspek hukum saja.
No comments:
Post a Comment